Oleh : Marius Gunawan (IWGFF Forestry & Environmental Expert)
Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang dalam konteks memberantas judi online memiliki peranan krusial. Judi online seringkali melibatkan aliran dana yang besar dan kompleks, menjadikan pencucian uang sebagai metode untuk menyamarkan hasil dari aktivitas ilegal ini. Oleh karena itu, strategi yang efektif dalam penegakan hukum pencucian uang dapat secara signifikan mengurangi praktik judi online ilegal.
Di negara yang melegalkan judi online, kegiatan ini bisa menjadi modus pencucian uang dari kegiatan ilegal seperti narkotika atau perdagangan manusia, ilegal logging atau forest crime serta korupsi dibidang SDA bisa terlihat seperti pendapatan yang sah. Sebaliknya, di negara yang memberlakukan judi online sebagai kegiatan ilegal, hasil judi online juga bisa digunakan untuk investasi legal di bidang kehutanan dan Sumber Daya Alam sebagai modus pencucian uang.
Dalam beberapa tahun terakhir, aktivitas judi online di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Pertumbuhan teknologi dan akses internet yang semakin luas telah mempermudah masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan ini. Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, jumlah situs judi online yang diakses dari Indonesia meningkat pesat setiap tahunnya . Kemudahan akses, anonimitas, serta beragamnya pilihan permainan menjadi faktor utama yang mendorong popularitas judi online.
Menurut catatan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Pada tahun 2020, terdapat sekitar 10.000 laporan transaksi mencurigakan yang diidentifikasi berhubungan dengan aktivitas judi online. Angka ini meningkat menjadi 15.000 laporan pada tahun 2021 dan terus meningkat hingga mencapai 20.000 laporan pada tahun 2022 .[1] Untuk saat ini sudah sebanyak 5 ribu lebih rekening terkait transaksi judi online sudah di blokir. Sepanjang kuartal 1 tahun 2024, perputaran transaksi judi online di Indonesia mencapai Rp 600 triliun.[2] Ini adalah angka yang sangat besar dan perlu mendapatkan perhatian sangat serius.
Judi online sering kali dijadikan sarana untuk pencucian uang, terutama oleh jaringan kriminal yang ingin menyamarkan asal-usul dana ilegal. Modus operandi ini melibatkan penyetoran uang dalam jumlah besar ke situs judi online, melakukan taruhan yang tampak sah, dan kemudian menarik kembali uang tersebut sebagai “kemenangan” judi . Dengan cara ini, uang yang awalnya berasal dari kegiatan ilegal seperti narkotika atau perdagangan manusia, ilegal logging atau forest crime serta korupsi dibidang SDA bisa terlihat seperti pendapatan yang sah.[3]
Pentingnya Penegakan Hukum untuk Mengatasi Pencucian Uang
Penegakan hukum yang efektif terhadap pencucian uang sangat penting dalam upaya memberantas judi online. Tanpa penegakan hukum yang kuat, aktivitas pencucian uang akan terus berlanjut, mendukung dan memperkuat operasi judi online. Selain itu, pencucian uang melalui judi online juga dapat merusak stabilitas ekonomi dan integritas sistem keuangan nasional . Oleh karena itu, langkah-langkah hukum yang tegas dan terkoordinasi diperlukan untuk memerangi masalah ini secara efektif.[4]
Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan mekanisme bagaimana penegakan hukum terhadap pencucian uang dapat berkontribusi dalam memberantas judi online. Dengan menyoroti hubungan antara kedua aktivitas ilegal ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai pentingnya penanganan yang tepat terhadap pencucian uang untuk menekan pertumbuhan judi online .
Selain itu, artikel ini juga akan menganalisis berbagai tantangan yang dihadapi dalam implementasi penegakan hukum terhadap pencucian uang yang terkait dengan judi online. Tantangan ini meliputi hambatan teknis, hukum, dan sosial. Dengan mengidentifikasi masalah-masalah ini, artikel ini akan menawarkan solusi yang mungkin untuk mengatasi hambatan tersebut, termasuk peningkatan kapasitas penegak hukum, pembaruan regulasi, dan peningkatan kesadaran publik .
Pencucian Uang dalam Konteks Judi Online
Pencucian uang adalah proses untuk menyamarkan asal-usul dana yang diperoleh dari kegiatan ilegal sehingga tampak seperti sumber dana yang sah. Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, pencucian uang melibatkan tiga tahap utama: pertama, Placement (Penempatan): Uang ilegal dimasukkan ke dalam sistem keuangan, sering kali melalui setoran tunai ke rekening bank atau pembelian aset. Kemudian, Layering (Pelapisan): Tahap ini melibatkan serangkaian transaksi kompleks untuk mengaburkan jejak asal-usul uang, seperti transfer antar rekening, pembelian aset bernilai tinggi, atau investasi di luar negeri. Dan yang terakhir, Integration (Integrasi): Dana yang sudah melalui tahap layering dikembalikan ke pelaku dengan tampilan sebagai dana yang sah, sering melalui penarikan tunai atau penjualan aset yang telah dibeli sebelumnya.[5]
Modus Operandi Pencucian Uang dalam Aktivitas Judi Online
Judi online memberikan platform yang ideal bagi pelaku untuk mencuci uang karena anonimitas dan kemudahan transaksi yang ditawarkannya. Beberapa modus operandi yang umum digunakan meliputi:[6] Penggunaan Identitas Palsu: Pelaku membuka akun judi online dengan identitas palsu atau fiktif untuk menyamarkan identitas asli mereka .
Modus lain berupa Transaksi Berulang dalam Jumlah Kecil: Untuk menghindari deteksi, pelaku memecah uang dalam jumlah besar menjadi transaksi-transaksi kecil yang dilakukan secara berulang .
Praktek pencucian uang juga dilakukan dengan Transfer Antar Negara: Judi online sering melibatkan transaksi lintas negara, memanfaatkan perbedaan regulasi untuk menyulitkan penegakan hukum .
Khusus untuk judi online pelaku melakukan Penarikan Kembali sebagai Kemenangan, dalam tindakan ini pelaku memasukkan uang ke akun judi, melakukan beberapa taruhan, lalu menarik kembali dana tersebut sebagai “kemenangan” yang tampak sah .
Hubungan antara Judi Online dan Pencucian Uang
Judi online memfasilitasi pencucian uang dengan menyediakan mekanisme yang relatif mudah dan anonim. Berikut beberapa cara yang umum digunakan:[7] Cara yang lazim dilakukan adalah Pembukaan Banyak Akun: Pelaku sering membuka banyak akun di berbagai platform judi online menggunakan identitas palsu. Dana ilegal dimasukkan ke dalam akun-akun ini dan kemudian ditransfer antar akun untuk mempersulit pelacakan .
Juga Penggunaan E-Wallets dan Cryptocurrency: E-wallets dan cryptocurrency digunakan untuk memindahkan dana karena tingkat anonimitas yang tinggi dan kesulitan dalam pelacakan oleh otoritas .
Mekanisme yang juga kerap dilakukan adalah Taruhan Fiktif: Pelaku membuat taruhan besar pada permainan yang mudah dimanipulasi atau dengan berkolusi dengan pihak lain untuk memastikan kemenangan pada pihak tertentu.
Penyamaran transaksi juga dilakukan dengan Transfer Melalui Situs Judi Legal dan Ilegal: Dana dialirkan melalui situs judi legal dan ilegal untuk membingungkan otoritas dalam menelusuri asal-usul dan jalur dana .
Studi Kasus atau Contoh Nyata
Ada beberapa contoh nyata yang dapat disampaikan di sini yakni: Kasus Asian Online Gambling Syndicate.[8]
Dalam kasus ini sebuah sindikat judi online di Asia Tenggara menggunakan berbagai situs judi untuk mencuci uang hasil dari kejahatan narkotika. Dana dari penjualan narkotika dimasukkan ke akun-akun judi online, digunakan untuk taruhan, dan kemudian ditarik kembali sebagai kemenangan .
Pada tahun 2019, pihak berwenang di beberapa negara Asia Tenggara berhasil menangkap anggota sindikat ini dan mengungkap jaringan pencucian uang yang melibatkan transaksi senilai ratusan juta dolar .
Kasus Melalui Cryptocurrency.[9] Di Eropa, sebuah jaringan kriminal menggunakan cryptocurrency untuk mendanai akun judi online. Cryptocurrency ini, yang berasal dari kejahatan siber seperti peretasan dan penipuan, dikonversi ke mata uang fiat melalui platform judi online.
Investigasi oleh Europol pada tahun 2020 mengungkap bahwa sindikat ini menggunakan lebih dari 50 situs judi online untuk mencuci uang senilai lebih dari €50 juta.[10]
Penegakan Hukum Pencucian Uang
Dalam rangka penegakan hukum Pencucian uang untuk saat ini ada beberapa hukum dan peraturan yang berlaku.
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 adalah kerangka hukum utama di Indonesia yang mengatur pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. UU ini dibuat untuk memerangi kejahatan yang memiliki dampak luas terhadap perekonomian dan sistem keuangan negara. Berikut beberapa poin penting dari undang-undang ini:[11]
Pencucian uang didefinisikan sebagai setiap perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana, sehingga tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah.
UU ini mencakup berbagai tindak pidana sebagai sumber dana ilegal, termasuk kejahatan narkotika, korupsi, terorisme, penipuan, perdagangan manusia, dan tindak pidana lainnya.
UU mengharuskan lembaga keuangan dan profesi tertentu untuk melaporkan transaksi mencurigakan ke PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Kewajiban ini termasuk melaporkan transaksi tunai dalam jumlah besar dan transaksi yang mencurigakan.
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam UU ini dapat dikenakan sanksi pidana berupa penjara dan denda yang berat. Sanksi ini diterapkan baik kepada individu maupun korporasi yang terlibat dalam pencucian uang.
UU mengatur mekanisme pencegahan dan pengawasan, termasuk penguatan peran PPATK dalam menganalisis dan melaporkan transaksi mencurigakan, serta kerjasama dengan lembaga internasional dalam upaya penegakan hukum pencucian uang.
Selain Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, terdapat beberapa peraturan lain yang mendukung penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang di Indonesia seperti Peraturan Bank Indonesia (PBI). Peraturan Bank Indonesia menetapkan kewajiban bagi bank dan lembaga keuangan lainnya untuk menerapkan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer/KYC) dan melaporkan transaksi mencurigakan. PBI No. 19/10/PBI/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank adalah salah satu regulasi yang penting dalam konteks ini.[12]
Dalam hal ini OJK juga mengeluarkan berbagai regulasi yang mengatur kewajiban pelaporan transaksi mencurigakan oleh perusahaan asuransi, sekuritas, dan lembaga keuangan non-bank lainnya. Peraturan OJK No. 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan adalah salah satunya.[13]
Selain peraturan – peraturan di atas ada juga Inpres No. 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menginstruksikan berbagai kementerian dan lembaga untuk bekerja sama dalam pencegahan dan pemberantasan pencucian uang. Inpres ini menekankan pentingnya koordinasi antar lembaga dan peningkatan kapasitas penegak hukum.[14]
Untuk memperkuat dan memperluas penegakan hukum di kasus pencucian uang Indonesia juga terlibat dalam berbagai kerjasama internasional untuk memerangi pencucian uang, termasuk menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF) dan Asia/Pacific Group on Money Laundering (APG). Kerjasama ini memungkinkan Indonesia untuk berbagi informasi dan praktik terbaik dengan negara lain serta mendapatkan bantuan teknis dalam memperkuat sistem anti pencucian uang.[15]
Institusi Penegak Hukum
Untuk melakukan penegakan hukum pencucian uang dalam kasus judi online ada beberapa pihak atau institusi penegak hukum yang terlibat, seperti PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)
PPATK adalah lembaga yang bertanggung jawab untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, peran utama PPATK mencakup:[16]
PPATK mengumpulkan laporan transaksi keuangan dari berbagai lembaga keuangan dan profesi tertentu. Laporan ini mencakup transaksi tunai dalam jumlah besar dan transaksi yang mencurigakan .
Hasil analisis transaksi mencurigakan disampaikan kepada penegak hukum seperti Kepolisian dan KPK untuk tindakan lebih lanjut. PPATK juga dapat memberikan rekomendasi untuk investigasi.
Untuk pencegahan, PPATK melakukan sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat dan sektor keuangan mengenai risiko pencucian uang dan pentingnya pelaporan transaksi mencurigakan
PPATK juga melakukan kerjasama internasional dengan lembaga sejenis di negara lain dan organisasi internasional untuk memperkuat upaya global dalam pencegahan dan pemberantasan pencucian uang .
Selain PPATK lembaga hukum lain uang juga terlibat adalah KPK (Komisi Pemberatasan Korupsi). KPK adalah lembaga independen yang bertugas memberantas korupsi di Indonesia. Dalam konteks pencucian uang, peran KPK meliputi:[17]
KPK memiliki kewenangan untuk melakukan investigasi dan penindakan terhadap tindak pidana korupsi yang sering kali terkait dengan pencucian uang. KPK bekerja sama dengan PPATK untuk mengidentifikasi dan menindak pelaku pencucian uang yang terkait dengan korupsi .Selain kewenangan di atas, KPK juga memiliki kewenangan untuk menyita aset yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Penyitaan ini bertujuan untuk mengembalikan kerugian negara.
Untuk penegakan hukum di kasus pencucian uang Kepolisian Republik Indonesia juga memiliki peran penting dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang. Peran utama kepolisian meliputi:
Kepolisian melakukan investigasi terhadap laporan transaksi mencurigakan yang disampaikan oleh PPATK. Mereka juga memiliki satuan khusus yang fokus pada kejahatan ekonomi, termasuk pencucian uang .
Kepolisian juga bertanggung jawab untuk menangkap dan mengadili pelaku tindak pidana pencucian uang. Mereka bekerja sama dengan KPK dan PPATK dalam operasi penegakan hukum yang kompleks .
Kerja Sama Internasional dalam Penegakan Hukum
Selain penegakan hukum di tingkat nasional, karena pencucian uang dilakukan juga lintas negara atau dalam lingkung internasional maka diperkukan juga kerjasama institusi penegak hukum dalam lingkup internasional.
Penegakan hukum terhadap pencucian uang tidak hanya terbatas pada lingkup nasional, tetapi juga melibatkan kerja sama internasional. Beberapa bentuk kerja sama tersebut meliputi anggota Financial Action Task Force (FATF), sebuah organisasi internasional yang menetapkan standar dan mempromosikan implementasi langkah-langkah efektif untuk memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme. Melalui keanggotaan ini, Indonesia berkomitmen untuk mengikuti rekomendasi FATF dan berpartisipasi dalam evaluasi mutual.[18]
Kerja Sama Bilateral dan Multilateral, dalam kerjasama ini Indonesia menjalin kerja sama dengan negara-negara lain melalui perjanjian bilateral dan multilateral untuk pertukaran informasi dan bantuan hukum timbal balik dalam penanganan kasus pencucian uang. Ini termasuk kerja sama dengan negara-negara ASEAN dan anggota APG (Asia/Pacific Group on Money Laundering).
Partisipasi dalam Operasi Bersama, di mana Kepolisian dan lembaga penegak hukum lainnya sering terlibat dalam operasi bersama dengan Interpol dan Europol untuk menangani kejahatan terorganisir lintas negara yang melibatkan pencucian uang .
Konteks Implementasi
Implementasi kerja sama internasional ini memungkinkan Indonesia untuk memperoleh bantuan teknis, pelatihan, dan sumber daya lainnya yang penting dalam upaya memerangi pencucian uang. Contohnya, kerja sama dengan Australia dan Singapura telah membantu Indonesia dalam meningkatkan kapasitas investigasi dan analisis kasus-kasus besar pencucian uang.[19]
Permasalahan judi online ini bukanlah sederhana, terlebih kegiatan ini melibatkan kemajauan teknologi dan ruang lingkupnya yang luas. Dari berbagai hambatan yang ada dalam penegakan hukum, ada beberapa kesulitan utama, seperti hambatan teknisberupa teknologi enkripsi dan naonimitas dalam transaksi online.
Teknologi enkripsi dan anonimitas merupakan tantangan besar dalam penegakan hukum pencucian uang terkait judi online seperti: Enkripsi Data, yakni transaksi online sering kali dilindungi oleh teknologi enkripsi yang kuat, seperti SSL/TLS, yang membuat data transaksi sulit diakses oleh pihak ketiga termasuk penegak hukum tanpa melalui proses legal yang panjang.[20]
Juga Cryptocurrency dan E-Wallets, Penggunaan cryptocurrency dan e-wallets yang memiliki fitur anonimitas tinggi menyulitkan penegak hukum untuk melacak asal-usul dan tujuan akhir dana. Transaksi menggunakan cryptocurrency seperti Bitcoin atau Monero sering kali tidak memerlukan identifikasi pengguna yang ketat.[21]
Hambatan lainnya adalah Dark Web, yaitu judi online yang menggunakan lapisan anonimitas tambahan yang membuatnya hampir tidak mungkin dilacak oleh otoritas. Dark Web menyediakan platform yang tidak terdeteksi oleh mesin pencari biasa dan memerlukan perangkat khusus seperti Tor untuk mengaksesnya.[22]
Kesulitan dalam Melacak Transaksi Lintas Negara
Transaksi lintas negara menambah kompleksitas dalam melacak dan menindak aktivitas pencucian uang, yang meliputi variasi sistem keuangan, di mana Setiap negara memiliki sistem keuangan dan regulasi yang berbeda, membuat koordinasi dan konsolidasi data menjadi sulit.[23]
Perbedaan hukum dan regulasi antar negara sering kali menghambat upaya penegakan hukum. Proses hukum untuk meminta data keuangan dari negara lain bisa memakan waktu dan tidak selalu berhasil.
Karena ini menggunakan teknologi online, maka Perpindahan Dana bisa dilakukan dengan Cepat. Teknologi memungkinkan perpindahan dana dalam hitungan detik, menyulitkan otoritas untuk bertindak cepat sebelum dana tersebut dipindahkan kembali atau diubah menjadi bentuk lain yang lebih sulit dilacak.[24]
Hambatan Hukum dan Regulasi
Kesenjangan regulasi antara negara-negara membuat upaya global dalam memerangi pencucian uang melalui judi online menjadi sangat sulit. Beberapa negara memiliki regulasi yang ketat mengenai pencucian uang dan judi online, sementara yang lain mungkin tidak memiliki regulasi sama sekali atau sangat longgar. Ini menciptakan “safe havens” bagi pelaku untuk melakukan pencucian uang tanpa risiko penegakan hukum yang berarti.[25]
Juga upaya untuk menyelaraskan regulasi di berbagai negara sering kali terhambat oleh perbedaan prioritas dan pendekatan hukum. FATF dan organisasi serupa berupaya untuk mengatasi masalah ini, tetapi implementasinya tidak merata di seluruh dunia .[26]
Perbedaan Interpretasi Hukum Mengenai Judi Online
Perbedaan interpretasi hukum mengenai judi online juga menjadi hambatan signifikan.
Di beberapa negara, judi online diatur dan dilegalkan dengan ketat, sementara di negara lain, judi online dilarang atau tidak diatur dengan jelas. Perbedaan ini menyebabkan kebingungan dan celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan.[27]
Beberapa yurisdiksi mungkin menganggap judi online sebagai kejahatan ringan dan tidak memberikan prioritas tinggi untuk penegakannya, sedangkan yang lain mungkin menerapkan hukuman yang lebih berat dan serius. Hal ini menyebabkan ketidakseragaman dalam upaya penegakan hukum internasional.[28]
Hambatan Sosial dan Budaya
Selain hambatah hukum dan regulasi ada juga beberapa hambatan yang sifatnya sosial dan budaya.
Kesadaran publik yang rendah mengenai bahaya pencucian uang mempengaruhi efektivitas penegakan hukum.
Banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana pencucian uang terjadi dan dampak negatifnya terhadap ekonomi dan keamanan. Edukasi yang kurang menyebabkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan pencucian uang menjadi minim.[29]
Peran media dalam mengedukasi masyarakat sangat penting, namun sering kali pemberitaan mengenai pencucian uang dan judi online tidak mendapatkan sorotan yang memadai dibandingkan dengan berita kriminal lain.[30]
Adat dan Budaya yang Mempengaruhi Persepsi Tentang Judi Online
Budaya dan adat istiadat setempat juga memainkan peran dalam persepsi masyarakat mengenai judi online.
Di beberapa budaya, judi mungkin dianggap sebagai kegiatan yang normal atau diterima secara sosial, sementara di budaya lain dianggap tabu atau haram. Pandangan ini mempengaruhi sikap masyarakat terhadap penegakan hukum terkait judi online.[31]
Di masyarakat dengan nilai-nilai tradisional yang kuat, mungkin ada resistensi terhadap regulasi baru atau upaya penegakan hukum yang dianggap bertentangan dengan adat istiadat setempat. Hal ini dapat menghambat implementasi kebijakan yang efektif untuk memerangi judi online dan pencucian uang.[32]
Solusi dan Rekomendasi
Setelah melihat permasalahan, persoalan dan tantangannya maka dipaparkan di sini beberapa solusi dan rekomendasi supaya penegakan hukum pencucuian uang dalam kasus judi online bisa diatasi.
Untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum terhadap pencucian uang dan judi online, pelatihan dan peningkatan kemampuan teknis bagi penegak hukum sangat diperlukan. Penegak hukum harus mendapatkan pelatihan khusus yang fokus pada teknik investigasi modern, analisis forensik digital, dan pemahaman mendalam tentang teknologi blockchain dan cryptocurrency. Program ini dapat diselenggarakan secara berkelanjutan oleh lembaga penegak hukum nasional atau melalui kerjasama dengan lembaga internasional seperti Interpol dan Europol.[33]
Penegak hukum perlu mendapatkan sertifikasi dan akreditasi yang diakui secara internasional untuk memastikan standar kompetensi yang tinggi. Sertifikasi ini juga meningkatkan kredibilitas dalam kerjasama internasional.
Pengembangan kemampuan analisis data yang lebih baik melalui penggunaan alat-alat analitik canggih dan software yang dapat mengidentifikasi pola-pola transaksi mencurigakan. Penegak hukum harus dilatih untuk menggunakan alat ini secara efektif.[34]
Penggunaan Teknologi Canggih untuk Melacak Transaksi
Teknologi canggih sangat diperlukan untuk melacak transaksi yang digunakan dalam pencucian uang dan judi online.
Penggunaan alat analisis blockchain untuk melacak transaksi cryptocurrency. Alat ini dapat membantu mengidentifikasi dan mengikuti aliran dana yang dilakukan melalui cryptocurrency.[35]
Implementasi Artificial Intelligence (AI0 dan Machine Learning (ML) dalam analisis data transaksi untuk mendeteksi pola yang mencurigakan dan mengidentifikasi anomali yang dapat mengindikasikan aktivitas pencucian uang. AI dapat memproses volume data yang besar dengan cepat dan lebih akurat.[36]
Pengembangan dan penggunaan teknologi forensik digital untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan bukti dari perangkat digital. Ini penting untuk mengungkap bukti yang terkait dengan transaksi online dan aktivitas judi.
Pembaruan dan Harmonisasi Regulasi
Dari permasalahan yang ada di bidang regulasi nampaknya memang perlu adanya pembaharuan dan harmonisasi untuk mengisi gap kekosongan hukum dalam pembarangtasan judi online dengan pendekatan pencucian uang. Untuk itu diperlukan beberapa pembaharuan dan penyesuaian regulasi.
Perkembangan teknologi yang cepat menuntut adanya revisi undang-undang yang relevan dan up to date.
Revisi undang-undang untuk mencakup teknologi baru seperti cryptocurrency, e-wallets, dan platform transaksi digital lainnya. Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang perlu diperbarui untuk mengakomodasi teknologi ini.
Pengembangan regulasi yang spesifik untuk judi online yang mencakup aspek legalitas, lisensi, dan pengawasan untuk memastikan aktivitas ini diatur dengan baik dan tidak digunakan sebagai sarana pencucian uang.
Penetapan sanksi yang lebih berat bagi pelaku pencucian uang dan operator judi online ilegal untuk memberikan efek jera dan mengurangi tingkat kejahatan ini.
Kerja Sama Internasional untuk Harmonisasi Regulasi
Selain regulasi di tingkat nasional, regulasi antara negara-negara juga sangat penting dalam penegakan hukum terhadap pencucian uang lintas batas
Partisipasi aktif dalam konvensi internasional seperti Konvensi PBB Menentang Kejahatan Terorganisir Transnasional (UNTOC) dan Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC) untuk menyelaraskan upaya global dalam penegakan hukum.
Meningkatkan jumlah perjanjian bilateral dan multilateral yang memungkinkan pertukaran informasi, bantuan hukum timbal balik, dan koordinasi penegakan hukum yang lebih efektif.
Memanfaatkan platform kerjasama global seperti FATF dan APG untuk berbagi informasi dan praktik terbaik dalam pencegahan dan pemberantasan pencucian uang.[37]
Peningkatan Kesadaran Publik
Edukasi publik adalah kunci untuk meningkatkan kesadaran tentang risiko dan dampak negatif pencucian uang.
Salah satu hal penting dalam kegiatan ini adalah meluncurkan kampanye edukasi nasional yang melibatkan berbagai media untuk menyebarkan informasi tentang bahaya pencucian uang dan judi online. Kampanye ini bisa dilakukan melalui televisi, radio, media sosial, dan platform digital lainnya.[38]
Juga diperlukan untuk memperkenalkan program edukasi tentang pencucian uang di sekolah-sekolah dan komunitas untuk membangun kesadaran sejak dini. Program ini dapat melibatkan seminar, workshop, dan kegiatan interaktif lainnya.
Supaya masyakarakat lebih mengerti penting juga memberikan panduan dan pelatihan kepada sektor keuangan mengenai cara mendeteksi dan melaporkan transaksi mencurigakan. Bank, perusahaan fintech, dan lembaga keuangan lainnya harus diberi pemahaman yang mendalam tentang kewajiban pelaporan dan metode pencegahan pencucian uang .
Kolaborasi dengan Media untuk Edukasi Masyarakat
Media memiliki peran penting dalam mengedukasi masyarakat tentang pencucian uang.
Menjalin kerjasama dengan media massa untuk mempublikasikan berita dan artikel yang mendalam mengenai kasus pencucian uang dan judi online. Ini termasuk laporan investigatif, wawancara dengan ahli, dan cerita korban.
Memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan informasi dan meningkatkan kesadaran publik. Kampanye media sosial dapat mencakup video edukatif, infografis, dan diskusi interaktif dengan pengguna.
Menciptakan konten edukatif seperti film dokumenter, podcast, dan webinar yang membahas isu pencucian uang secara komprehensif dan menarik. Konten ini dapat diakses oleh berbagai kalangan dan membantu meningkatkan pemahaman masyarakat .
======oooooo======
DAFTAR PUSTAKA
Asia/Pacific Group on Money Laundering (APG). “Annual Report 2023.”
Asian Development Bank, “International Cooperation on Money Laundering,” 2015.
Nugroho, “Cultural Perspectives on Gambling,” Journal of Cultural Studies, 2017.
Bank Indonesia. “PBI No. 19/10/PBI/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank,” 2017.
Bank Indonesia. “Peraturan Bank Indonesia tentang Pencucian Uang,” 2020.
European Banking Authority, “Opinion on ‘virtual currencies’,” 2014.
Europol, “Internet Organised Crime Threat Assessment,” 2020.
Europol. “Cryptocurrency and Money Laundering,” 2020.
FATF, “International Standards on Combating Money Laundering and the Financing of Terrorism & Proliferation,” 2012.
Financial Action Task Force (FATF), “Best Practices on Trade Based Money Laundering,” 2008.
Financial Action Task Force (FATF). “Guidance on Anti-Money Laundering and Counter-Terrorist Financing Measures,” 2020.
Financial Conduct Authority (FCA), “Regulation of Payment Systems,” 2016.
Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Interpol, “Combating Online Gambling and Money Laundering,” 2020.
Interpol. “International Cooperation in Combating Online Gambling and Money Laundering,” 2021.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Laporan Tahunan KPK 2023.”
KPK. “Laporan Tahunan KPK 2023.”
Suryani, “The Role of Traditional Values in Modern Legal Systems,” Indonesian Journal of Law and Society, 2018.
Kshetri, “The Economics of Internet Crime,” Journal of Computer Information Systems, 2010.
Levi, “Money Laundering and Its Regulation,” Annals of the American Academy of Political and Social Science, 2010.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “POJK No. 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan,” 2017.
PPATK. “Laporan Tahunan PPATK 2022.” Jakarta, 2022.
PPATK. “Modus Operandi Pencucian Uang Melalui Judi Online,” 2021.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), “Annual Report,” 2021.
Reuters, “Media Coverage on Financial Crimes,” 2019.
Transparency International, “Public Awareness on Anti-Money Laundering,” 2018.
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), “Cross-Border Money Laundering,” 2019.
United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). “Money Laundering through Online Gambling,” 2021.
Footnote
[1] “Laporan Tahunan PPATK 2022.” Jakarta, 2022.
[2] PPATK: Perputaran Transaksi Judi Online Kuartal 1 Capai Rp 6 Triliun (detik.com)
[3] Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Modus Operandi Pencucian Uang Melalui Judi Online,” 2022.
[4] United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). “Money Laundering through Online Gambling,” 2021.
[5] Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
[6] PPATK. “Modus Operandi Pencucian Uang Melalui Judi Online,” 2021.
[7] United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). “Money Laundering through Online Gambling,” 2021.
[8] United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). “Money Laundering through Online Gambling,” 2021.
[9] Europol. “Cryptocurrency and Money Laundering,” 2020.
[10] Interpol. “International Cooperation in Combating Online Gambling and Money Laundering,” 2021.
[11] Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
[12] Bank Indonesia. “PBI No. 19/10/PBI/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank,” 2017.
[13] Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “POJK No. 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan,” 2017.
[14] Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
[15] Financial Action Task Force (FATF). “Guidance on Anti-Money Laundering and Counter-Terrorist Financing Measures,” 2020.
[16] Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “POJK No. 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan,” 2017.
[17] KPK. “Laporan Tahunan KPK 2023.”
[18] Financial Action Task Force (FATF). “Guidance on Anti-Money Laundering and Counter-Terrorist Financing Measures,” 2020.
[19] Interpol. “International Cooperation in Combating Online Gambling and Money Laundering,” 2021.
[20] M. Kshetri, “The Economics of Internet Crime,” Journal of Computer Information Systems, 2010.
[21] European Banking Authority, “Opinion on ‘virtual currencies’,” 2014.
[22] Europol, “Internet Organised Crime Threat Assessment,” 2020.
[23] Financial Action Task Force (FATF), “Best Practices on Trade Based Money Laundering,” 2008.
[24] United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), “Cross-Border Money Laundering,” 2019.
[25] Financial Conduct Authority (FCA), “Regulation of Payment Systems,” 2016.
[26] Asian Development Bank, “International Cooperation on Money Laundering,” 2015.
[27] FATF, “International Standards on Combating Money Laundering and the Financing of Terrorism & Proliferation,” 2012.
[28] Transparency International, “Public Awareness on Anti-Money Laundering,” 2018.
[29] Reuters, “Media Coverage on Financial Crimes,” 2019.
[30] B. Nugroho, “Cultural Perspectives on Gambling,” Journal of Cultural Studies, 2017.
[31] L. Suryani, “The Role of Traditional Values in Modern Legal Systems,” Indonesian Journal of Law and Society, 2018.
[32] Europol, “Internet Organised Crime Threat Assessment,” 2020.
[33] Financial Action Task Force (FATF), “Best Practices on Trade-Based Money Laundering,” 2008.
[34] United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), “Cross-Border Money Laundering,” 2019.
[35] Financial Conduct Authority (FCA), “Regulation of Payment Systems,” 2016.
[36] Interpol, “Combating Online Gambling and Money Laundering,” 2020.
[37] Transparency International, “Public Awareness on Anti-Money Laundering,” 2018.