Artikel ini ditulis oleh: Teguh Affandi pada Maret 7, 2025

Selain menelusuri ke mana kayu ilegal dijual, perlu pula ditelusuri aliran uang yang dihasilkan dari pembalakan liar tersebut. Begitu kata Bernhard Willem Pattinasarany, anggota Kaoem Telapak yang berasal dari Maluku.

Bernhard Willem Pattinasarany atau biasa dipanggil Willem merupakan lulusan Universitas Patimura. Tahun 1998, beliau merantau ke pulau Jawa. Di pulau ini, Willem mulai aktif menyuarakan isu-isu lingkungan. Keaktifannya tersebut membuat dia berinteraksi dengan angggota Kaoem Telapak yang saat itu masih bernama Telapak. Bermula dari pertemanan, Willem ditawari untuk menjadi anggota. Willem pun bersedia. “Organisasi ini adalah organisasi yang kuat dalam mendorong perubahan kebijakan kehutanan,” begitu kata Willem menjelaskan alasannya bersedia bergabung.

Kemudian, isu pembalakan liar berkembang. Para aktivis menyadari bahwa perlu ada upaya mengadvokasi lembaga-lembaga keuangan agar punya perspektif ramah lingkungan dan keberlanjutan. “Ada tantangan besar dalam menggunakan instrument keuangan untuk menangani kejahatan lingkungan,” kata Willem.

Kemudian, beberapa organisasi termasuk Kaoem Telapak berkumpul, dan mendirikan Indonesia Working Group on Forest Finance (IWGFF). Sebuah kelompok kerja yang fokus memfasilitasi terciptanya kebijakan ekonomi keuangan yang pro terhadap kelestarian hutan dan keberlanjutan. Willem terpilih sebagai Ketua Badan Pengurus.

Willem bercerita kalau sejak 2001, IWGFF aktif melakukan dialog dengan para pemangku kepentingan untuk memperbaiki dan memperhatikan segala kebijakan ekonomi dan keuangan yang berpotensi mengancam hutan Indonesia.

Selain memantau kejahatan lingkungan dengan pendekatan ‘follow the money’, IWGFF pun menyoroti industri kehutanan agar melakukan praktik produksi yang tetap lestari. Kemudian, mereka pun mendorong peran bank dan lembaga keuangan untuk menciptakan pendanaan yang pro lingkungan dan kelestarian hutan.

“IWGFF berusaha memantau bagaimana bank dan lembaga keuangan memberikan pinjaman kepada industri terkait kehutanan. Lembaga keuangan diharapkan dapat berperan aktif dalam memastikan investasi mereka tidak merusak lingkungan”, ujar Willem.

Mengadvokasi kelestarian hutan dan lingkungan dengan menggunakan instrument keuangan memiliki tantangannya tersendiri. Willem bercerita, ada dua Undang-Undang yang kerap dipakai untuk memberikan efek jera pada para pembalak liar, yaitu, Undang-Undang Antikorupsi dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Menurut Willem, bila bicara penegakan hukum, dua instrumen hukum ini cukup rumit, sehingga banyak penegak hukum yang enggan menggunakannya. “Jadi, dalam penegakan hukumnya, biasanya akan diselesaikan per bagian, misalnya dibuktikan dulu tindak pidana pembalakan liarnya, baru akan di bawa ke pidana korupsi dan pencucian uangnya,” ungkap Willem.

Selanjutnya, Willem melihat perlunya peningkatan keterlibatan orang muda dalam isu lingkungan. Tujuannya agar ada regenerasi, sehingga persoalan mengenai kelestarian hutan, kebijakan ekonomi hijau, serta industri yang berkelanjutan terus disuarakan. “Edukasi dan keterlibatan generasi berikutnya krusial untuk keberlanjutan upaya pelestarian lingkungan,” kata Willem.

Sumber: https://kaoemtelapak.org/id/mendorong-kebijakan-ekonomi-yang-pro-kelestarian-hutan/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *