Marius Gunawan / IWGFF Forestry & Environmental Expert
Pengenalan Konsep Green Banking dan Relevansinya dalam Konteks Global
Green Banking merupakan konsep perbankan yang mengintegrasikan prinsip-prinsip lingkungan dalam semua aspek operasional dan pengambilan keputusan. Ini mencakup segala hal mulai dari pembiayaan proyek-proyek yang ramah lingkungan hingga penerapan praktik internal yang berkelanjutan seperti pengurangan penggunaan kertas dan energi di kantor-kantor bank. Green Banking tidak hanya bertujuan untuk mendukung keberlanjutan lingkungan, tetapi juga untuk memastikan bahwa risiko terkait lingkungan dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan keuangan.[1]
Relevansi Green Banking dalam konteks global semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran akan perubahan iklim dan dampaknya terhadap perekonomian dan ekosistem. Bank-bank di seluruh dunia mulai mengakui bahwa mereka memiliki peran penting dalam mendorong transisi ke ekonomi yang lebih hijau dan berkelanjutan. Melalui pembiayaan proyek-proyek hijau seperti energi terbarukan, transportasi berkelanjutan, dan efisiensi energi, bank dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendukung pencapaian target-target lingkungan global.[2]
Pentingnya Green Financing untuk Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia
Di Indonesia, Green Financing menjadi sangat penting untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Indonesia adalah negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, namun juga menghadapi tantangan besar terkait deforestasi, degradasi lahan, dan perubahan iklim. Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk membiayai proyek-proyek yang dapat membantu melindungi lingkungan dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.[1]
Green Financing di Indonesia mencakup berbagai instrumen keuangan seperti obligasi hijau (green bonds), pinjaman hijau (green loans), dan investasi di sektor-sektor yang ramah lingkungan. Dengan dukungan dari pemerintah dan regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), berbagai inisiatif telah diluncurkan untuk mendorong penerapan Green Financing. OJK, misalnya, telah mengeluarkan pedoman untuk Green Banking yang mendorong bank-bank di Indonesia untuk mengadopsi praktik-praktik yang mendukung keberlanjutan lingkungan.[2]
Melalui Green Financing, Indonesia dapat membiayai proyek-proyek yang berfokus pada mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, seperti pembangunan infrastruktur energi terbarukan, pengelolaan hutan berkelanjutan, dan pengembangan teknologi ramah lingkungan.[3] Ini tidak hanya membantu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Pentingnya Green Banking Indeks
Menurut UNEP Finance Initiative, Green Banking Indeks adalah instrumen penting untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam sektor keuangan terkait praktik keuangan berkelanjutan.[4] Pentingnya Green Banking Indeks terletak pada perannya sebagai alat pengukur kinerja bagi lembaga keuangan dalam mendukung praktik keuangan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Indeks ini tidak hanya memungkinkan bank-bank untuk mengukur sejauh mana komitmen mereka terhadap keberlanjutan, tetapi juga meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan risiko lingkungan. Dengan demikian, Green Banking Indeks membantu mempromosikan peran sektor keuangan dalam mendukung transisi menuju ekonomi yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Sejauh ini Green Banking Indeks telah berkontribusi signifikan dalam memperluas akses ke produk-produk Green Financing di Indonesia, seperti obligasi hijau dan pinjaman berkelanjutan.[5] Hal ini karena Green Banking Indeks mendukung Green Financing dengan memberikan panduan bagi lembaga keuangan dalam mengidentifikasi, mengukur, dan melaporkan kinerja mereka terhadap praktik keuangan hijau. Indeks ini mendorong bank-bank untuk mengembangkan produk dan layanan keuangan yang mendukung proyek-proyek yang ramah lingkungan, seperti energi terbarukan, efisiensi energi, dan perlindungan lingkungan. Dengan demikian, Green Banking Indeks tidak hanya membantu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, tetapi juga memfasilitasi investasi yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Pengertian dan Prinsip Dasar Green Banking
Menurut World Bank, Green Banking merupakan pendekatan yang diperlukan untuk mengurangi dampak negatif perbankan terhadap lingkungan, karena Green Banking mengacu pada praktik perbankan yang memperhatikan aspek lingkungan dalam operasional dan pengambilan keputusan finansial. .[6] Prinsip dasar Green Banking mencakup integrasi keberlanjutan dalam strategi bisnis bank, pengurangan dampak lingkungan dari aktivitas operasional, dan peningkatan dukungan terhadap proyek-proyek yang ramah lingkungan. Prinsip-prinsip ini meliputi transparansi, akuntabilitas, dan komitmen untuk berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan.
Implementasi Green Banking di Berbagai Negara dan di Indonesia
Di tingkat global, banyak negara telah mengadopsi konsep Green Banking sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perbankan dan untuk memenuhi regulasi lingkungan yang semakin ketat. Contoh implementasi Green Banking dapat dilihat di negara-negara maju seperti di Eropa dan Amerika Utara, di mana bank-bank besar telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi jejak karbon dan mendukung investasi hijau.
Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mendorong implementasi Green Banking melalui regulasi dan pedoman yang mendukung bank-bank untuk mengintegrasikan praktik keberlanjutan dalam strategi mereka. Inisiatif ini mencakup pengembangan produk-produk finansial yang mendukung proyek-proyek berkelanjutan seperti energi terbarukan dan pengelolaan limbah.
Definisi Green Financing dan Jenis-jenis Instrumen Keuangan Hijau
Green Financing mengacu pada penggunaan instrumen keuangan untuk mendukung proyek-proyek yang memiliki dampak positif terhadap lingkungan.[7] Instrumen-instrumen ini mencakup obligasi hijau (green bonds), pinjaman hijau (green loans), dan investasi berkelanjutan. Tujuan dari Green Financing adalah untuk mendukung transisi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan dengan memobilisasi modal untuk proyek-proyek hijau.
Perbedaan antara Green Financing dan Pembiayaan Konvensional
Perbedaan utama antara Green Financing dan pembiayaan konvensional terletak pada tujuannya yang lebih spesifik untuk mendukung proyek-proyek berkelanjutan.[8] Green Financing menempatkan penekanan pada penggunaan dana untuk proyek-proyek yang menghasilkan manfaat lingkungan yang jelas, seperti pengurangan emisi karbon, efisiensi energi, dan pelestarian sumber daya alam. Sementara itu, pembiayaan konvensional tidak selalu mempertimbangkan dampak lingkungan secara khusus dalam proses pengambilan keputusan.
Pengertian Green Banking Indeks dan Komponen-komponennya
Green Banking Indeks adalah alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur kinerja bank dalam menerapkan praktik Green Banking. Komponen-komponen utama dari Green Banking Indeks meliputi pengukuran transparansi, komitmen terhadap keberlanjutan, penggunaan energi dan sumber daya alam secara efisien, serta investasi dalam proyek-proyek berkelanjutan. Indeks ini memberikan skor atau peringkat yang memungkinkan perbandingan antara bank-bank dalam hal kinerja keberlanjutan mereka.[9]
Cara Kerja Green Banking Indeks dalam Mengukur Kinerja Bank
Green Banking Indeks mengumpulkan data dari bank-bank terkait dengan praktik mereka dalam mendukung keberlanjutan. Data ini kemudian dianalisis untuk menentukan sejauh mana bank-bank tersebut mematuhi prinsip-prinsip Green Banking. Indeks ini juga mempertimbangkan faktor eksternal seperti dampak proyek-proyek yang didukung oleh bank terhadap lingkungan dan masyarakat.
Metode Pengukuran Kinerja Bank dalam Mendukung Proyek-proyek Hijau
Pengukuran kinerja bank dalam mendukung proyek-proyek hijau melibatkan penggunaan berbagai metode dan indikator untuk mengevaluasi sejauh mana bank telah mengadopsi praktik Green Banking.[10] Beberapa metode yang umum digunakan termasuk:
- Indikator Keberlanjutan: Bank menggunakan indikator keberlanjutan untuk mengukur dampak lingkungan dari kegiatan operasional mereka. Ini mencakup pengukuran emisi karbon, penggunaan energi hijau, dan keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam.
- Pengukuran Investasi Hijau: Bank mengidentifikasi dan menghitung total investasi yang dialokasikan untuk proyek-proyek yang ramah lingkungan, seperti proyek energi terbarukan, efisiensi energi, dan pengelolaan limbah.
- Transparansi dan Pelaporan: Bank secara rutin melaporkan kinerja mereka terkait dengan praktik Green Banking kepada publik dan pihak berkepentingan. Pelaporan ini mencakup komitmen terhadap keberlanjutan, proyek-proyek hijau yang didukung, dan dampak lingkungan yang dihasilkan.
Penggunaan Green Banking Indeks dalam Proses Pengambilan Keputusan oleh Manajemen Bank dan Investor
Green Banking Indeks berperan penting dalam membantu manajemen bank dan investor dalam mengambil keputusan yang berkelanjutan. Beberapa cara penggunaannya meliputi:
- Penilaian Kinerja: Manajemen bank menggunakan skor atau peringkat dari Green Banking Indeks untuk menilai kinerja mereka dalam mendukung praktik Green Banking. Ini membantu mereka untuk mengidentifikasi area-area di mana mereka dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap keberlanjutan.
- Perbandingan dengan Pesaing: Bank-bank dapat membandingkan peringkat mereka dalam Green Banking Indeks dengan pesaing mereka di industri. Hal ini memungkinkan mereka untuk melihat posisi relatif mereka dalam pasar yang semakin menghargai keberlanjutan.
- Keputusan Investasi: Investor menggunakan informasi dari Green Banking Indeks untuk menilai risiko dan peluang dari investasi mereka dalam bank-bank yang memiliki komitmen terhadap praktik keuangan hijau. Peringkat yang tinggi dalam Indeks ini dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap kinerja jangka panjang bank.
Implementasi Green Financing di Indonesia
- Kebijakan dan Regulasi
Pemerintah Indonesia dan regulator, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), memiliki peran penting dalam mendorong implementasi Green Financing di negara ini.[11] Langkah-langkah utama yang dilakukan mencakup:
- Regulasi dan Pedoman: OJK telah menerbitkan pedoman dan regulasi yang mendukung pengembangan Green Financing di sektor keuangan. Hal ini mencakup pedoman tentang obligasi hijau, pinjaman berkelanjutan, dan praktik keuangan lainnya yang ramah lingkungan.
- Insentif Fiskal: Pemerintah telah mengeluarkan insentif fiskal dan kebijakan lainnya untuk mendorong investasi dalam proyek-proyek hijau. Contohnya termasuk pembebasan pajak atau insentif pajak untuk proyek-proyek energi terbarukan dan efisiensi energi.
- Kemitraan Publik-Swasta: Pemerintah aktif dalam memfasilitasi kemitraan antara sektor publik dan swasta untuk memobilisasi lebih banyak dana untuk proyek-proyek berkelanjutan.
- Inisiatif Bank-Bank di Indonesia
Meskupun masih dalam tahap awal, sejumlah bank di Indonesia telah mengambil langkah-langkah proaktif untuk mengembangkan produk-produk Green Financing guna mendukung proyek-proyek berkelanjutan, antara lain:
- Obligasi Hijau: Bank-bank nasional seperti Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) telah menerbitkan obligasi hijau untuk membiayai proyek-proyek energi terbarukan dan perlindungan lingkungan lainnya.[12]
- Pinjaman Berkelanjutan: Bank-bank menyediakan pinjaman berkelanjutan untuk perusahaan-perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi hijau, efisiensi energi, dan pengelolaan limbah.
- Program Pendidikan dan Penyuluhan: Beberapa bank juga mengembangkan program pendidikan dan penyuluhan tentang manfaat Green Financing kepada nasabah dan masyarakat umum untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi.
- Tantangan dan Peluang
Meskipun perkembangan yang positif, implementasi Green Financing di Indonesia juga menghadapi sejumlah tantangan, termasuk:
- Kesadaran dan Pendidikan: Rendahnya tingkat kesadaran tentang manfaat Green Financing di kalangan masyarakat dan perusahaan menjadi salah satu hambatan utama.
- Biaya dan Risiko: Proyek-proyek berkelanjutan sering kali membutuhkan investasi awal yang tinggi, sementara risiko finansial juga bisa lebih besar dibandingkan dengan proyek konvensional.
- Regulasi yang Kompleks: Meskipun ada regulasi yang mendukung, proses perizinan dan birokrasi sering kali rumit dan memakan waktu, menghambat percepatan implementasi Green Financing.
Namun, terdapat pula peluang signifikan untuk memperluas Green Financing di Indonesia, seperti:
- Peningkatan Kemitraan: Lebih banyak kemitraan strategis antara bank-bank, perusahaan, dan pemerintah dapat memperluas akses terhadap modal untuk proyek-proyek hijau.
- Inovasi Keuangan: Pengembangan produk-produk keuangan hijau yang inovatif dapat menarik minat investor dan mendukung proyek-proyek berkelanjutan dengan cara yang lebih efektif.
- Edukasi dan Kampanye: Peningkatan kesadaran melalui edukasi publik dan kampanye sosial dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Green Financing.
Studi Kasus: Laporan Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF) terkait Indeks Investasi Hijau
Pada tahun 2018 Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF) dan INFID membuat satu laporan mengenai Green Banking Indeks di Indonesia.[13] Laporan Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF) mengenai Indeks Investasi Hijau untuk sektor industri berbasis lahan itu menyoroti pentingnya pengembangan dan implementasi proyek-proyek investasi hijau di Indonesia.
Indeks Green Banking ini dibuat karena IWGFF meyakini adanya dampak positif dari investasi hijau terhadap lingkungan. Dengan meningkatnya investasi dalam praktik pengelolaan lahan yang berkelanjutan dan restorasi hutan, maka diharapkan adanya penurunan signifikan dalam tingkat deforestasi dan degradasi lahan sehingga wilayah yang diinvestasikan dalam proyek-proyek hijau mengalami peningkatan kualitas lingkungan dan keberlanjutan ekosistem.
Dalam pengukuran indeks ini, IWGFF/INFID memilih 12 bank untuk dinilai indeks investasi hijaunya. Pertimbangan memilih 12 bank ini adalah: pertama beberapa dari 12 bank tersebut telah berkomitmen dalam menerapkan keuangan berkelanjutan; kedua, 12 bank ini memiliki aset terbesar; ketiga, 12 bank memiliki portofolio cukup bersar dalam pembiayaan di sektor kehutanan, perkebunan sawit dan pertambangan.
Dengan menggunakan metode skoring dan, hasil pengukuran indeks menunjukan bahwa dari 12 bank yang diukur tak satu pun bank yang masuk dalam kategori sangat bagus dalam mengimplementasikan investasi hijau dan hanya ada dua bank yang dikategorikan bagus, yakni Citibank dan Rabobank, yang keduanya merupakan bank asing. Sementara untuk kategori cukup, umumnya didominasi oleh delapan bank nasional, yakni Bank Mandiri, BCA, BNI, BRI, CIMB Niaga, Bank Sumitomo, Bank Permata, Panin Bank. Sedangkan yang dikategorikan kurang ditempati oleh Danamon dan DBS. Faktor yang menyebabkan Rabobank dan Citibank memiliki skor indeks yang relatif lebih tinggi dibandingkan 10 bank lainnya sehingga dikategorikan bagus adalah: kedua bank tersebut telah mengadopsi dan mempraktikkan FPIC dan memiliki divisi khusus untuk menilai kelayakan risiko lingkungan dan sosial dalam pembiayaan sektor kehutanan, perkebunan sawit dan pertambangan. Sedangkan 10 bank lainnya pada saat itu sama sekali tidak mengadopsi FPIC dan tidak memiliki divisi khusus tersebut.
Penilaian terhadap 12 bank juga menunjukkan bahwa sebagian besar bank belum sepenuhnya memasukkan aspek lingkungan dan sosial dalam pembiyaan sector kehutanan, perkebunan sawit, dan pertambangan. Bahkan penilalian ini menunjukan bahwa umumnya bank-bank nasional belum cukup kuat komitmennya dalam mempertimbangankan aspek investasi hijau. Hal ini dikonfirmasi dari laporan tahunan dan laporan keberlanjutan tahun 2016, dimana aspek lingkungan dan sosial yang menjadi indikator investasi hijau sangat kurang dibahas dalam laporan tersebut, namun lebih fokus pada aspek perbankan yang merupakan bisnis inti dari bank. Kurangnya pembahasan investasi hijau ini juga menunjukan bahwa bank belum pedulli atau mengabaikan pentingnya mengintegrasikan keberlanjutan (sustainability) dalam pembiyaan industri berbasis lahan.
Pada laporan ini juga didentifikasi beberapa hambatan dalam implementasi investasi hijau, seperti birokrasi yang kompleks, perubahan kebijakan yang tidak konsisten, dan kurangnya akses terhadap sumber daya finansial yang memadai untuk skala besar. Tantangan ini menjadi fokus untuk mengembangkan strategi dan kebijakan yang lebih efektif dalam mendukung pertumbuhan investasi hijau di masa depan.
Sebagai kelanjutan dari laporan ini, pada saat ini IWGFF bersama Sawit Watch sedang menyusun laporan mengenai Green Banking Indeks kembali untuk melihat sejauh mana bank – bank tersebut mengalami perubahan dalam pelaksanaan Green Banking mereka.
Rekomendasi Kebijakan untuk Meningkatkan Implementasi Green Banking dan Green Financing di Indonesia
Implementasi Green Banking dan Green Financing di Indonesia memerlukan dukungan kuat dari pemerintah, bank-bank, dan seluruh pemangku kepentingan terkait. Berikut adalah beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat dipertimbangkan:
- Rekomendasi untuk Pemerintah
- Penguatan Regulasi dan Kebijakan
Pemerintah perlu terus memperkuat regulasi dan kebijakan yang mendukung Green Banking dan Green Financing, termasuk:
- Penyusunan Pedoman Detail: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan kementerian terkait sebaiknya menyusun pedoman lebih detail tentang implementasi Green Banking dan Green Financing. Pedoman ini harus mencakup standar yang jelas tentang apa yang dianggap sebagai praktik Green Banking yang baik dan bagaimana bank-bank dapat melaporkan kinerja mereka secara transparan.
- Insentif Fiskal: Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal lebih lanjut, seperti pembebasan pajak atau pengurangan tarif pajak, untuk proyek-proyek hijau dan bank-bank yang aktif dalam mendukung Green Financing. Insentif ini akan meningkatkan daya tarik dan ketersediaan modal untuk investasi dalam proyek-proyek berkelanjutan.
- Promosi dan Edukasi: Melakukan kampanye publik yang lebih intensif tentang manfaat Green Banking dan Green Financing untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan bisnis. Pemerintah juga dapat mendukung program edukasi tentang praktik keuangan yang berkelanjutan di sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lainnya.
- Kemitraan dan Kolaborasi
- Pengembangan Kemitraan Strategis: Pemerintah dapat memfasilitasi pembentukan kemitraan strategis antara sektor publik, swasta, dan akademis untuk mengembangkan solusi inovatif dalam mendukung Green Financing. Kemitraan semacam ini dapat memperluas akses terhadap modal dan meningkatkan kapasitas teknis dalam pelaksanaan proyek-proyek hijau.
- Kolaborasi Regional dan Internasional: Melakukan kolaborasi lebih lanjut dengan negara-negara lain dalam hal regulasi dan standar Green Banking dan Green Financing. Hal ini akan memperkuat posisi Indonesia dalam skenario global terkait dengan investasi berkelanjutan.
- Rekomendasi untuk Bank-Bank
- Pengembangan Produk dan Layanan
- Inovasi Produk Green Financing: Bank-bank perlu terus mengembangkan produk-produk keuangan hijau yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Contoh produk seperti obligasi hijau, pinjaman berkelanjutan, dan investasi sosial dan lingkungan harus terus diperluas dan disesuaikan dengan tuntutan pasar.
- Peningkatan Kapasitas: Bank-bank harus meningkatkan kapasitas mereka dalam hal analisis risiko lingkungan dan sosial serta manajemen proyek-proyek hijau. Pelatihan dan pengembangan karyawan dalam bidang ini menjadi penting untuk memastikan kompetensi yang memadai dalam mendukung Green Financing.
- Peningkatan Transparansi dan Pelaporan
- Pelaporan Kinerja Berkelanjutan: Bank-bank harus meningkatkan transparansi dalam pelaporan kinerja mereka terkait dengan praktik Green Banking dan Green Financing. Pelaporan ini harus mencakup pencapaian terhadap target keberlanjutan dan dampak positif terhadap lingkungan yang dihasilkan dari investasi mereka.
- Partisipasi dalam Indeks Green Banking: Bank-bank diharapkan untuk aktif berpartisipasi dalam Green Banking Indeks dan menggunakan hasil evaluasi ini sebagai alat untuk perbaikan berkelanjutan dalam praktik mereka.
Sumber Pustaka
- Asian Development Bank (ADB). “Challenges in Implementing Green Finance in Southeast Asia.”
- “Forest and Landscape Restoration in Indonesia.”
- Ghosh, S. “Green Banking in India: A Roadmap to Success.”
- Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF). “Indeks Investasi Hijau Sektor Industri Berbasis Lahan.”
- International Finance Corporation (IFC). “Green Finance: A Guide for Financial Institutions.” https://www.ifc.org/greenfinance.
- Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Green Financing in Indonesia: Current Trends and Future Prospects.” https://www.ojk.go.id/greenfinancing.
- Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Green Financing Regulations in Indonesia.” https://www.ojk.go.id/greenfinancing.
- Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Guidelines for Green Banking.” https://www.ojk.go.id/greenbanking.
- Studi kasus dari Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) terkait dengan produk Green Financing
- UNEP Finance Initiative. “Global Progress on Green Banking.” UNEP Finance Initiative.
- UNEP Finance Initiative. “Green Finance and Sustainable Development in Indonesia.” UNEP Finance Initiative.
- UNEP Finance Initiative. “What is Green Banking?” UNEP Finance Initiative.
- World Bank. “Green Banking: Principles and Practices.” https://www.worldbank.org/greenbanking.
Footnote
[1] Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Guidelines for Green Banking.” OJK. Diakses pada 15 Juni 2024, dari https://www.ojk.go.id/greenbanking.
[2] Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Green Financing in Indonesia: Current Status and Future Prospects.” OJK. Diakses pada 15 Juni 2024, dari https://www.ojk.go.id/greenfinancing.
[3] UNEP Finance Initiative. “Green Finance and Sustainable Development in Indonesia.” UNEP Finance Initiative. Diakses pada 15 Juni 2024, dari https://www.unepfi.org/greenfinance/.
[4] UNEP Finance Initiative. “Global Progress on Green Banking.” UNEP Finance Initiative. Diakses pada 17 Juni 2024, dari https://www.unepfi.org/greenbanking.
[5] Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Guidelines for Green Banking.” OJK. Diakses pada 17 Juni 2024, dari https://www.ojk.go.id/greenbanking.
[6] World Bank. “Green Banking: Principles and Practices.” World Bank. Diakses pada 17 Juni 2024, dari https://www.worldbank.org/greenbanking.
[7] International Finance Corporation (IFC). “Green Finance: A Guide for Financial Institutions.” IFC. Diakses pada 17 Juni 2024, dari https://www.ifc.org/greenfinance.
[8] Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Green Financing in Indonesia: Current Trends and Future Prospects.” OJK. Diakses pada 17 Juni 2024, dari https://www.ojk.go.id/greenfinancing.
[9] Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Guidelines for Green Banking.” OJK. Diakses pada 17 Juni 2024, dari https://www.ojk.go.id/greenbanking.
[10] Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Guidelines for Green Banking.” OJK. Diakses pada 17 Juni 2024, dari https://www.ojk.go.id/greenbanking.
[11] Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Green Financing Regulations in Indonesia.” OJK. Diakses pada 17 Juni 2024, dari https://www.ojk.go.id/greenfinancing.
[12] Studi kasus dari Bank Mandiri dan BRI
[13] Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF). “Indeks Investasi Hijau Sektor Industri Berbasis Lahan.” IWGFF. Diakses pada 17 Juni 2024, dari https://www.iwgff.org/greeninvestment