Publish | 16 Jun 2024 | 03:39:47

KENDARI-Komite Independen Pemantau Pemilu Sulawesi Tenggara atau biasa disebut KIPP Sultra bekerjasama dengan IWGFF (Indonesian Working Group on Forest Finance) dan Komunitas Pemilu Bersih menggelar diskusi publik yang mengangkat tema Evaluasi Publik Penyelenggara Pemilu dan Efektifitas Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024.

Hadir sebagai narasumber pada kegiatan diskusi publik yakni Willem Pattinasarany dari IWGFF (Indonesia Working Group on Forest Finance), Yustina Fendrita C. (Komisioner KI Provinsi Sulawesi Tenggara), dan Arif Nur Alam (Ketua IBC) yang dimoderatori Anita Rachman dari KIPP Sultra pada hari Jum’at (14/6/2024).

Masing-masing narasumber masing-masing memaparkan materinya di mana narasumber pertama yang disampaikan via zoom, Willem Pattinasarany mengangkat isu tentang pilkada hijau, ia mengatakan bahwa belum adanya perspektif pembangunan hijau di dalam kampanye politik para peserta pemilu.

“Penyelenggara pemilu dan pemerintah belum memasukkan isu pembangunan hijau berkelanjutan dalam program-program mereka, dan kami berharap di Pilkada serentak ini isu lingkungan dalam debat pilkada yang diselenggarakan oleh KPU di daerah untuk dijadikan tema pada saat kampanye maupun debat kandidat, apalagi Sulawesi Tenggara ini adalah provinsi yang wilayah tambangnya sangat luas,” ujarnya.

Sementara itu Yustina Fendrita sebagai narasumber kedua mengangkat masalah tentang keterbukaan informasi, ia mengatakan belum adanya kesadaran masyarakat yang melapor terkait keterbukaan informasi penyelenggara selama proses penyelenggaraan pemilu kemarin.

“kita belum pernah menerima aduan masyarakat terkait selama proses tahapan penyelenggaraan pemilu, padahal masyarakat itu punyak hak memperoleh informasi baik pada saat proses rekrutmen penyelenggara badan adhoc maupun dana kampanye peserta pemilu sepanjang itu masih diperbolehkan sesuai dengan aturan,” ungkapnya.

Selanjutnya Arif Nur Alam mengangkat masalah tentang masih adanya ditemukan dugaan pelanggaran yang dilakukan para penyelenggara pemilu. Hal ini terbukti banyaknya penyelenggara pemilu dalam hal ini komisioner KPU di daerah yang diadukan ke DKPP terkait pelanggaran etik.

“Kasusnya aduannya berbeda-beda misalkan adanya komisioner yang diduga melakukan perbuatan menguntungkan salah satu caleg, kemudian tidak dilaksanakannya rekomendasi PSU yang dilayangkan oleh pengawas pemilu, dan kasus-kasus lain yang sifatnya mereka bekerja tidak sesuai standar etik penyelenggara pemilu,” tegasnya.

Ia berharap kedepannya para penyelenggara baik KPU dan Bawaslu agar menjaga profesionalitas dan integritasnya karena pemilu dan pilkada sangat berbeda tensi politiknya dan ini berpotensi terjadi kegaduhan selama berjalannya tahapan pilkada.

“saya meminta kepada Bawaslu agar fungsi-fungsi pencegahan dan pengawasannya lebih dimaksimalkan, libatkan seluruh elemen-elemen masyarakat baik itu pemantau pemilu, ormas, organisasi kepemudan dan mahasiswa untuk mengawal pilkada ini agar berjalan secara demokratis, jujur dan berintegritas,” tutupnya. (*)

 

Sumber bumisultra.com