Kata Pengantar
Dalam beberapa dekade terakhir, muncul kepedulian global dari industri jasa keuangan, termasuk sektor perbankan, untuk lebih peduli terhadap dampak lingkungan dan sosial dari investasi dan pinjaman yang diberikan untuk membiayai pembangunan dan industri. Hal ini dilatarbelakangi oleh penurunan kualitas lingkungan akibat dari pembiayaan bank terhadap aktivitas pembangunan dan industri tersebut. Kepedulian sektor perbankan ini ditunjukkan dengan adanya inisiatif untuk mulai memastikan investasi dan pinjaman yang diberikan tidak merusak lingkungan dan lebih ramah lingkungan. Secara internal, kepedulian ini jugaditunjukkan bank dengan cara menggunakan hemat energi danenergi terbarukan di kantor bank, mengurangi penggunaan kertas (paperless) dalam transaksi, menggunakan transaksi secara on line, membayar tagihan secara on line, dsb. Praktik semacam ini sering disebut dengan praktik perbankan hijau (green banking).
Perbankan hijau merupakan konsep bisnis berkelanjutan di sector perbankan yang tidak hanya mempertimbangkan aspek keuntungan semata, tetapi juga mempertimbangkan aspek lingkungan/ekologi dan sosial. Perbankan hijau merupakan istilah yang populer saat ini di sektor perbankan mengingat praktik perbankan hijau di banyak negara terbukti bisa berkontribusi untuk mencegah kerusakan lingkungan dan membuat planet ini lebih layak huni. Salah satu komponen yang menjadi ukuran seperti apa praktik perbankan hijau di suatu bank adalah sudah sejauh mana bank tersebut mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan tanggung jawab sosial dalam investasinya atau sering disebut dengan investasi hijau (green investment). Dengan demikian investasi hijau tidak hanya investasi yang mempertimbangkan profit (keuntungan) semata, tapi pada saat yang bersamaan juga mempertimbangkan 2P lainnya, yakni people (manusia) dan planet (bumi).
Di Indonesia praktik investasi hijau relatif baru seiring dengan diluncurkannya peta jalan (roadmap) keuangan berkelanjutan pada Desember 2014 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun demikian, pemerintah dan OJK telah dan terus mendorong agar bank dapat mempraktikkan konsep investasi hijau. IWGFF/INFID juga berkontribusi untuk mendorong praktik investasi hijau di Indonesia dengan mengembangkan metodologi penilaian praktik investasi hijau melalui pendekatan indeks. Metodologi dibangun berdasarkan empat prinsip keuangan berkelanjutan yang diterbitkan OJK. Empat prinsip ini selanjutnya diturunkan menjadi 14 indikator dan 37 sub-indikator sebagai alat ukur untuk menilai indeks investasi hijau bank. Bank-bank yang dipilih untuk dinilai indeksnya adalah bank-bank yang memiliki aset terbesar; yang mendanai sektor industri berbasis lahan seperti kehutanan, perkebunan sawit dan pertambangan; serta yang telah berkomitmen dalam kebijakan keuangan berkelanjutan yang diterbitkan oleh OJK.
Dengan menggunakan metode skoring dan expert judgment, hasil pengukuran indeks investasi hijau menunjukkan bahwa dari 12 bank yang dinilai tak satu pun bank yang masuk dalam kategori sangat bagus dalam mengimplementasikan investasi hijau. Sementara itu hanya ada dua bank yang dikategorikan bagus, yakni Citibank dan Rabobank. Faktor yang menyebabkan Citibank dan Rabobank memiliki skor indeks yang lebih tinggi dibandingkan 10 bank lainnya adalah, kedua bank tersebut telah mengadopsi dan mempraktikkan free, prior, and informed consent (FPIC) dan memiliki divisi khusus untuk menilai resiko lingkungan dan sosial dalam membiayai sektor kehutanan, perkebunan sawit dan pertambangan. Hasil pengukuran indeks juga menunjukkan bahwa umumnya bank nasional seperti Bank Mandiri, BCA, BNI, BRI, CIMB Niaga, Permata, dan Panin, serta satu bank asing yakni Sumitomo, masuk dalam kategori cukup dalam praktik investasi hijau. Sedangkan dua bank lainnya yang masuk dalam kategori kurang dalam praktik investasi hijau adalah Bank DBS dan Danamon.
Melihat fakta bahwa masih banyak bank di Indonesia yang belum menjadikan kebijakan investasi hijau sebagai prioritas dalam pembiayaan sektor industri berbasis lahan, maka bank-bank tersebut perlu didorong untuk segera mengadopsi dan mengimplementasikan praktik investasi hijau sebagai bagian dari praktik perbankan hijau yang saat ini menjadi arus utama global perbankan dalam mendukung keberlanjutan lingkungan dan sumberdaya alam. Untuk mendukung praktik investasi hijau bank ini, di ranah regulator, yakni OJK, perlu menerbitkan pedoman teknis bagi bank-bank dalam mengimplementasikan praktik investasi hijau, sekaligus meningkatkan kapasitas bank dalam mengimplementasikannya.
Untuk mendapatkan Buku, silahkan Hubungi Kami