KATA PENGANTAR

Penyelidikan mengenai landskap keuangan berangkat dari pengamatan dinamika dari sumber-sumber pendanaan yang dialirkan kepada industri kehutanan. Pendanaan suatu industri dapat berasal dari beberapa sumber yaitu: modal sendiri, investasi langsung dari pemilik modal tambahan dari dalam negeri dan/atau luar negeri, pinjaman perbankan dalam negri, pinjaman perbankan dari luar negeri, kredit sindikasi dari beberapa lembaga keuangan, dana yang dikumpulkan dari pasar modal baik melalui penjualan saham maupun instrumen-instrumen pasar modal, serta dana yang dikumpulkan dari transaksi surat-surat berharga pasar uang. Masing-masing aliran pendanaan tersebut mempunyai karakteristik dan berada dalam tata kelola masing-masing.

Dalam melakukan perbaikan penyaluran modal kepada sektor kehutanan, salah satu isu mendasar yang harus dipertimbangkan ialah kenyataan rendahnya penyaluran modal kepada industri kehutanan. Berdasarkan Statistik Bank Indonesia diungkapkan bahwa sektor kehutanan, pertanian, perikanan dan peternakan secara bersama-sama kontribusi penyaluran kredit tidak pernah mencapai 7% dari total kredit yang disalurkan di Indonesia. Sementara dalam hal perpajakan, sampai sekarang Indonesia masih dihantui oleh kenyataan bahwa pengumpulan pajak masih harus ditingkatkan secara serius. Namun demikian, pada kenyataannya kesenjangan perpajakan terjadi dalam skala yang cukup substansial sehingga menghalangi pembentukan modal nasional.

Sejauh ini, belum pernah ada penelitian mendalam mengenai berbagai pendekatan dalam meningkatkan tata kelola pendanaan sektor kehutanan dengan memperhatikan landskap keuangan dari pendanaan sektor kehutanan itu sendiri. Penting adanya mengupayakan tersedianya suatu analisis yang komprehensif terhadap tata kelola pendanaan sektor kehutanan bukan hanya berdasarkan penelahaan terhadap berbagai kerangka regulasi yang ada tapi juga posisi berbagai lembaga dan aktor yang terlibat beserta interaksi antara mereka. Informasi mengenai financial landscape diperoleh dari bagian penelitian sebelumnya di atas. Sementara untuk kesenjangan perpajakan dan potensinya, selama ini pendekatannya lebih mengacu pada aspek hukum yang sudah ada. Peningkatan tata kelola bisa dilakukan juga dengan mengetahui berbagai alternatif pendekatan lainnya misalnya yang berbasis bisnis dengan pengawasan publik secara transparan.

Kebutuhan untuk pengelolaan kehutanan dan perkebunan yang lebih ramah lingkungan dapat dilakukan dengan mengarahkan para aktor pendanaan untuk lebih memilih melakukan investasi pada usaha-usaha kehutanan yang dikembangkan berdasarkan upaya-upaya peningkatan pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Di sisi lain, pengamatan yang seksama akan kesenjangan perpajakan dan potensinya memungkinkan penggambaran akan relevansi, efektivitas dan efisiensi rezim perpajakan yang berlaku. Adanya pemahaman yang komprehensif terhadap dua aspek ini dapat secara pasti memberikan kontribusi bagi pemulihan sektor kehutanan.

Jakarta, Desember 2014

Team Penulis

International NGO Forum on Indonesian Development (INFID)

Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF)

Untuk mendapatkan Studi, silahkan Hubungi Kami