Catatan Kritis Koalisi LSM Terhadap Legalitas dan Kelestarian Hutan Indonesia: Studi Independen Terhadap Sertifikasi SVLK
Indonesia adalah salah satu pengekspor produk kayu terbesar di dunia. Indonesia juga termasuk Negara kunci dengan isu pembalakan liar dan penggundulan hutan yang serius. Peningkatan tata kelola hutan dan penegakan hukum serta penghentian penggundulan hutan dan perusakkan hutan menjadi sangat penting untuk menjamin legalitas dan keberlangsungsan industri ini.
Indonesia dan Uni Eropa telah menandatangani Forest Law Enforcement Governance and Trade(FLEGT) Kesepakatan Kemitraan Sukarela (Voluntary Partnership Agreement –VPA) untuk mempastikan produk kayu Indonesia yang diproduksi, dipanen dan dikirimkan telah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Indonesia membentuk Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) untuk : (1) menetapkan aturan dan perundang-undangan Negara yang diberlakukan pada sektor kehutanan, dan(2) membangun sistem untuk memverifikasi legalitas kayu ekspor Indonesia untuk Uni Eropa telah sesuai dengan peraturan ini. Begitu SVLK terbukti menyediakan jaminan yang kredibel untuk legalitasnya, produk bersertifikat “V-Legal” dapat memperoleh izin FLEGT dan secara otomatis bisa masuk di pasar Uni Eropa.
Tujuan utama dari studi ini untuk menyediakan pedoman bagi pemerintah Indonesia dan Uni Eropa yang akan membuat sertifikat SLVK berkekuatan dan sekredibel mungkin dan untuk memastikan tidak ada produkyang mengunakan kayu illegal di ekspor dari Indonesia berdasarkan sertifikat ini. Mulai Agustus 2013, penulis laporan ini telah mendampingi penyusunan standarisasi untuk SVLK sejak awal dan mengevaluasi semua sertifikat yang dikeluarkan sampai akhir bulandengan satu pertanyaan mendasar: Apakah sertifikat LK Indonesia menyediakan jaminan bagi Uni Eropa untuk legalitas produk? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis kembali mempelajari 183 perusahaan perkayuan yang telah mendapatkan sertifikat SVLK di seluruh Indonesia dan menggunakan analisa GIS untuk mengevaluasi operasional dan dampaknya di provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur.
Studi ini menemukan beberapa kelemahan sebagai berikut:
- Sejak awal diberlakukan, standard SVLK berulangkali mengalami pelemahan.
- Penerapan sertifikasi SVLK tidak sesuai dengan berbagai peraturan pemerintah
- Penerapan sertifikasi SVLK tidak berkelanjutan.
- Penerapan sertifikasi SVLK memungkinkan adanya sumber kayu ilegal dan atau kayu yang tidak berasal dari hutan lestari yang berasal dari perusahaan lain.
- Perusahaan bersertifikat SVLK memiliki masalah serius soal legalitas dan kelestarian hutan dalam operasional mereka.
- Pengawasan independen terhadap proses sertifikasi SVLK tidak berjalan efektif.
Pada 19 Februari 2014, setelah studi internal terhadap sertifikasi SVLK dan masukan dari beberapa lembaga masyarakat sipil termasuk penulis dalam laporan ini, Parlemen Eropa mengadopsi “gerakan/mosi” dengan beberapa rekomendasi untuk pemerintah Indonesia dan Komisi Eropa yang bertujuan agar Kemitraan berjalan dengan baik. Penulis menerima mosi ini sebagai sebuah refleksi kepedulian terhadap laporan yang memberikanbukti-bukti nyata yang lebih rinci. Bagaimana pun, penulis percaya pemerintah harus menangani beberapa isu tambahan yang tidak disebutkan dalam mosi tersebut, yang paling penting untuk dicatat adalah beberapa kelemahan dasar dari standard SVLK itu sendiri:
- Tidak mempertimbangkan pentingnya keterkaitan dengan peraturan diluar undang-undang kehutanan.
- Sistem skoring tampaknya dirancang untuk memberikan sertifikat bagi perusahaan yang bahkan sangat buruk performanya
- Tidak mempertimbangkan praktek korupsi dalam pengajuan izin.
Studi ini merekomendasikan agar SVLK menjadi sistem yang lebih kuat sejalan Indonesia dan pemerintahan Uni Eropa yang bekerja ke arah yang sama, sangat penting untuk mengidentifikasi kelemahan yang saling berkaitan antara pengembangan sistem dan implementasinya:
- Secara umum standar dan pedoman pelaksanaannya mengalami peningkatan termasuk dalam definisi “legalitas kayu” dan kelestarian, kriteria audit, indikator performa/verifikasi, pelaksana verifkasi dan skema penggolongan.
- Semua sertifikat yang sudah dikeluarkan perlu ditinjau ulang dan disesuaikan dengan standard yang telah diperbaharui dan harus mengajukan ulang sertifikat.
- Auditor dan badan verifikasi dibentuk dengan standard tertinggi melalui audit independen dan verifikasipihak ketiga yang independen.
- Standar ini mengadopsi sistem lacak balak yang mengharuskan semua produk bersertifikat berasal dari sumber yang operasionalnya juga bersertifikat.
- Transparansi proses ditingkatkan dan masyarakat sipil sebagai pengawas diberikan akses ke setiap langkah dalam proses.
18 Maret 2014
Disusun oleh
Koalisi Anti Mafia Hutan
Eyes on the Forest – https://eyesontheforest.or.id
Indonesia Corruption Watch – https://antikorupsi.org
Indonesian Working Group on Forest Finance – https://iwgff.or.id
Jikalahari – https://jikalahari.or.id
RPHK – https://pantauhutan.org
Silvagama -https://silvagama.org
TransparencyInternational Indonesia – https://ti.or.id
WALHI -https://walhi.or.id
WWF-Indonesia –https://wwf.or.id
Untuk mendapatkan kajian ini, silahkan Hubungi Kami