[JAKARTA] Mabes Polri tidak diintervensi oleh siapa pun terkait penanganan pembalakan liar (illegal logging) sampai proses lelang barang bukti kasus tersebut di wilayah Riau. Penyelesaian perkara pembalakan liar (Polda Riau, Red) sudah sesuai prosedur dan penuntasannya berdasarkan keputusan pengadilan.
“Soal lelang barang bukti dari perkara illegal logging yang ditangani Polda Riau adalah keputusan pengadilan. Jadi, penuntasan perkara tersebut merupakan target Polri menyelesaikan kasus kejahatan transnasional,” kata Kapolri Jenderal Pol Sutanto kepada SP, seusai sholat Jumat, di Mabes Polri, Jumat (25/4).
Menurut Kapolri, Polda lain yang menangani kasus pembalakan liar juga ditargetkan bisa tuntas sampai ke pengadilan. Jika ditemukan bukti keterlibatan anggota polisi maka akan dikenakan sangsi tegas untuk kepentingan penegakan keadilan.
Sutanto dimintai tanggapan sehubungan dengan rekomendasi sejumlah menteri dalam rapat koordinasi bersama Menkopolhukam pada Februari lalu. Dalam rapat tim penanggulangan masalah kayu di Riau yang dibentuk Presiden Susilo Yudhoyono beranggotakan 18 menteri termasuk Kapolri itu menyepakati lelang kayu dikembalikan kepada pemilik dengan uang jaminan.
Terkait dengan itu, Ketua Indonesia Police Wacth (IPW) Neta S Pane menilai kesepakatan tersebut tidak menuntaskan masalah, sebaliknya itu merupakan intervensi kepada Polri.
“Jika kayu lelang tersebut dibeli lagi oleh pemiliknya maka jelas adanya KKN,” kata Neta.
Menurut Neta, penanganan kasus di Riau juga patut dipertanyakan penolakan Kejaksaan atas 189 berkas kasus pembalakan liar tahun 2007 yang melibatkan 200 tersangka.
Cukong
Kendati sudah melakukan sejumlah upaya dalam pemberantasan pembalakan liar, langkah Polri masih dinilai belum menyentuh pelaku utama yang menjadi pemodal atau cukong dalam aktivitas ilegal tersebut. Untuk itu, Kapolri diminta untuk menangkap pemodal/cukong (mastermind) dalam berbagai kasus pembalakan liar, khususnya di Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar).
“Tindakan represif Polri dalam penanganan kasus pembalakan liar di Ketapang beberapa waktu lalu layak mendapat apresiasi. Kalau cukongnya dibiarkan berkeliaran, tidak ada gunanya,” kata Kepala Divisi Monitoring Penegakkan Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho.
Seperti diketahui, dari operasi di Kalbar, telah ditahan enam orang perwira Polri, memecat Kapolda Kalimantan Barat (Kalbar), Brigjen Pol Zainal Abidin Ishak; dan Kapolres Ketapang, AKBP Gustav Leo dari jabatan masing-masing terkait maraknya pembalakan liar di Kalbar.
Menurut Emerson, Polri harus menangkap cukong yang bernama Apeng yang disebut-sebut sebagai raja pembalakan liar di Kalbar yang sampai sekarang tetap bebas leluasa di Sarawak – Malaysia. Selain itu, Polri juga harus menindak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Sarawak, Harwood Timber Sdn Bhn yang diduga kuat menampung kayu-kayu pembalakan liar.
Koordinator Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF), Willem Pattinasarany, menegaskan Mabes Polri harus menelusuri dugaan praktik korupsi atau suap yang dilakukan oleh cukong-cukong kayu dan kroninya terhadap pejabat pemerintah daerah, jaksa, hakim, pejabat dinas kehutanan, politikus lokal, dan militer.
Dalam konteks ini, kata Willem, pihak Polri perlu bekerja sama dan melibatkan instansi lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk unsur korupsi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait kejahatan pencucian uang, polisi, TNI dan instansi lainnya.
Willem juga meminta Kapolri agar menindak tegas terhadap perwira tinggi di Mabes Polri yang diduga memberikan perlindungan terhadap oknum perwira Polda Kalbar maupun cukong kayu di Kalbar.
Penegasan yang sama juga disampaikan Koordinator Illegal Logging Watch (ILW), Diddy Kurniawan, agar Polri tidak saja memecat para aparatur negara dan penegak hukum yang diduga terlibat, tetapi melakukan penahanan sesuai hukum. [E-8/G-5]
Sumber: Suara Pembaruan