KAMIS, 24 APRIL 2008 | 13:04 WIB
JAKARTA, KAMIS – Kelompok antipembalakan liar menuntut penanganan hukum bisnis kayu gelap dialihkan ke Jakarta agar lebih terpantau.
Tuntuntan ini disampaikan Jaringan Anti IIlegal Logging, Pencucian Uang dan Korupsi (JAILKPK) untuk menyikapi penanganan kasus pembalakan liar di Ketapang Kalimantan Barat yang dianggap tidak jelas juntrungannya. Kasus ini melibatkan enam perwira Polri dan pencopotan Kapolda Kalbar Brigjen Zainal Abidin Ishak.
“Kami menutut aktor utama illegal logging ini diungkap sampai tuntas,” kata juru bicara JAILPK Willem Pattinasarany dalam jumpa pers di Warung Daun Jakarta Pusat, Kamis (24/4) siang.
JAILPK terdiri atas sejumlah lembaga non pemerintah antara lain Indonesian Corruption Watch (ICW), World Wide Fund (WWF), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Titian Kalbar dan Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF). Willem merupakan wakil IWGFF.
JAILKPK mendesakkan empat tuntutan lain, yaitu mengusut tuntas pihak-pihak yang diduga terlibat dan melindungi praktik illegal logging, ambil alih dan pindahkan proses hukum pelaku illegal logging ke Jakarta, menjerat pelaku illegal logging dengan pasal berlapis dan mengintegrasikan UU Kehutanan UU Korupsi, UU Pencucian Uang, dan UU Lingkungan Hidup dalam menjerat pelaku Ilog.
Hingga kini tim peneliti ICW mencatat sudah enam kali aparat mengungkap kasus illegal logging, namun masih ada ketimpangan dalam penanganan kasus-kasus itu. Beberapa catatan ICW terkait kasus itu adalah, penegakan hukum tidak menyentuh aktor utama, regulasi kehutanan rancu dan tumpang tinding, ada aturan hukum yang melanggengkan illegal logging. Catatan lain, terjadi judicial corruption dalam proses hukum, ada miskoordinasi antara penyelidik PNS dan kepolisian serta terjadi kesenjangan penafsiran antara Dephut, jaksa dan hakim.
Tuntutan ini diharapkan bisa menciptakan efek jera pelaku illog hingga dalam meminimalkan kasus illog di Indonesia. Menurut Yuyun Kurniawan dari Yayasan Titian Kalbar, kolaborasi mabes Polri dan dephut cukup baik, namun publikasi penegakan hukum hanya disinggung saat penangkapan dan penyitaan, tetapi proses penangangannya tidak jelas.
“Kami berharap ada transparansi penanganan kasus yang dilakukan di Ketapang cukup memberi efek jera di masyarkakat. Di beberapa kabupaten ada penurunan drastis bisnis kayu, tidak ada satupu kayu lewat di sungai Kapuas,” kata Yuyun.(C6-08)
Sumber: Kompas.com