Blokir rekening bermasalah, dan bentuk Task Force Pemberantasan Pencucian Uang
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam berbagai kesempatan telah mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil analisisnya, terdapat sejumlah transaksi keuangan yang tidak wajar (unusual transaction) di Penyedia Jasa Keuangan terkait dengan beberapa nomor rekening yang ditemukan. Namun karena alasan keamanan, rahasia, dan bersifat sangat sensitive serta kepatuhannya kepada UU Pencucian Uang, nama-nama dan informasi nomor rekening serta penyedia jasa keuangan yang memfasilitasi transaksi keuangan mencurigakan terebut tidak disebutkan oleh PPATK.
Sekalipun demikian, kepolisian selaku aparat penyidik telah mengantongi nama pelaku, bukti-bukti transaksi, jumlah dana yang ditransaksikan, dan modus pencucian uang, sebagaimana yang dilaporkan PPATK kepada mereka (polisi).
Menurut informasi yang diungkapkan PPATK, terdapat tiga orang pejabat aparat hukum yang memiliki transaksi yang tidak wajar dan terkait langsung dengan tindak pidana illegal logging. Karena itu menurut Willem Pattinasarany Kordinator Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF) inilah saatnya aparat hukum menunjukan bukti keseriusannya bahwa selain menggunakan perangkat hukum di bidang kehutanan dan lingkungan hidup, juga akan digunakan instrument pencucian uang untuk menindak para pelaku illegal logging termasuk beking-bekingnya.
Selanjutnya menurut Willem: Guna keperluan peneyelidikan, seharusnya aset dan harta kekayaan pada nomor rekening dari para pelaku/pejabat yang terkait illegal logging yang terindikasi pencucian uang berdasarkan laporan dari PPATK bisa langsung diblokir oleh PJK/bank atas permintaan polisi. “ini sesuai dengan perintah undang-undang khususnya pasal 32 ayat 1 UU Pencucian Uang. Setelah diblokir barulah dilakukan pemeriksaan terhadap alur transaksi yang ada, dan terus dikuti dengan pemblokiran aset terhadap pelaku-pelaku lain yang terlibat. Ini adalah sebuah efek domino pemblokiran yaitu memblokir satu diikuti dengan pemblokiran lainnya. Efek ini diharapkan membuat jera pelaku kejahatan/illegal logging, dan mengembalikan uang negara yang hilang. Karena itu butuh komtimen yang kuat dari pimpinan Polri dan otoritas keuangan dan perbankan dalam menerapkan aturan ini tanpa pandang bulu.
Di sisi lain, ada kelemahan yang dihadapi dalam upaya penerapan system anti Pencucian Uang di Indonesia. Ternyata UU Pencucian Uang di Indonesia membentuk PPATK yang tidak dinamis atau memiliki wewenang yang terbatas; Sesuai Undang-Undang, PPATK itu hanya sebagai penghubung yang berdiri di antara industri keuangan dan aparat hukum, dia menerima laporan dari industri keuangan, menganalisanya dan meneruskannya ke polisi, jadi sepanjang laporannya “belum menjadi prioritas” oleh polisi… ya…kita tidak bisa berharap banyak apalagi tindakan pemblokiran aset. Padahal di dunia Internasional, lembaga anti pencucian uang yang dikenal dengan nama generik financial intelligence unit (FIU) memiliki sifat yang dinamis, dan bergerak cepat, karena memiliki kewenangan dalam penyeledikan, penyidikan, bahkan dapat memblokir nomor rekening dan menyita aset hasil pidana pencucian uang. Seharusnya PPATK di Indonesia juga berciri demikian. Karena itu, bila ada rencana amandemen/revisi terhadap UU 25/2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, PPATK perlu dirubah bentuknya dan diberi tugas dan kewenangan lebih,… Ujar Willem.
Selanjutnya menurut Willem, terlepas dari keterbatasannya yang ada saat ini, PPATK harus tetap didukung baik dari Pemerintahan, DPR, aparat hukum, industri keuangan dan perbankan, maupun masyarakat sebagai upaya bersama untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, dan menurunkan tingkat kejahatan yang terjadi di Indonesia.
Salah satu dukungan adalah membangun kerjasama multipihak yang dapat dilakukan dengan jalan membentuk task force atau forum kerjasama pemberantasan tindak pidana pencucian uang pada bidang-bidang kejahatan tertentu. Dalam bidang kehutanan misalnya, untuk membantu pemerintah dalam memerangi illegal logging, IWGFF mengusulkan dibentuknya Task Force atau Forum Kerjasama Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Bidang Kehutanan yang beranggotakan aparat hukum (Polisi, Jaksa, dan Hakim), otoritas keuangan dan perbankan, Departemen Kehutanan, LSM, dan PPATK. Forum ini bertujuan untuk mengkonsolidasikan seluruh informasi dugaan pencucian uang yang terkait dengan kejahatan di bidang kehutanan, dapat melakukan penyelidikan bersama, serta mendorong penggunaan delik pencucian uang pada kasus kejahatan kehutanan. Menindaklanjuti pembentukan forum kerjasama ini, lembaga pemerintah terkait di antaranya Departemen Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup dapat menempatkan liaison officer staff di PPATK dan proaktif untuk memberikan informasi dan membantu PPATK dalam analisis kejahatan asalnya.
Seiring dengan pembentukan forum kerjasama di atas, IWGFF juga mengusulkan agar PPATK di Indonesia diubah menjadi lembaga yang lebih dinamis yang memiliki sifat-sifat sebagaimana layaknya sebuah unit intelligence dengan tugas dan kewenangan yang tidak hanya melakukan analisis dan melaporkan saja, namun juga dapat melakukan penyelidikan, penyidikan, pemblokiran nomor rekening, dan penyitaan aset agar mempermudah penyelidikan dan mencegah lebih awal berpindahnya dana hasil kejahatan.
Jakarta, 29 September 2005
Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF)
Willem Pattinasarany
Koordinator
HP: 08158642 6308
Catatan untuk Editor:
- Pasal 32 ayat 1 UU Pencucian Uang berbunyi: penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan kepada Penyedia Jasa Keuangan untuk melakukan pemblokiran terhadap Harta Kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik, tersangka, atau terdakwa yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana.
- Tugas PPATK Sesuai dengan pasal 26
Dalam melaksanakan fungsinya PPATK mempunyai tugas sebagai berikut :
- mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan Undang-undang ini;
- memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa Keuangan;
- membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan;
- memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini;
- mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa Keuangan tentang kewajibannya yang ditentukan dalam Undang-undang ini atau dengan peraturan perundang-undangan lain, dan membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan;
- memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
- melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian dan Kejaksaan;
- membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan;
- memberikan informasi kepada publik tentang kinerja kelembagaan sepanjang pemberian informasi tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
- Sedangkan wewenang PPATK terdapat pada Pasal 27
Dalam melaksanakan tugasnya, PPATK mempunyai wewenang:
- meminta dan menerima laporan dari Penyedia Jasa Keuangan;
- meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan kepada penyidik atau penuntut umum;
- melakukan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan mengenai kepatuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan;
- memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b.
- Forum Kerjasama sedang dalam rencana diperkenalkan/diusulkan bentuknya oleh IWGFF kepada seluruh pimpinan instasni lembaga calon anggotanya, sudah ada pembicaraan awal dengan Menteri Kehutanan dan Kepala PPATK.