26 November 2025, 15:31
Jakarta, 25 November 2025 – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyelenggarakan Klinik Pengaduan Masyarakat (Dumas) Special Edition sebagai bagian dari penguatan mekanisme pelaporan publik dalam rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT). Kegiatan yang melibatkan 106 peserta dari 37 organisasi ini menjadi forum kolaborasi strategis antara pemerintah, Non Government Organization (NGO) / Civil Society Organization (CSO), organisasi profesi, perbankan, dan aparat penegak hukum.
Kegiatan dibuka oleh Deputi Bidang Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan Fithriadi yang menekankan peran penting laporan masyarakat dalam mendukung analisis intelijen keuangan PPATK. “Informasi awal dari NGO/CSO dan masyarakat merupakan elemen signifikan dalam deteksi dini dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Peningkatan kualitas laporan menjadi prioritas utama,” ujarnya.
Dalam sambutannya, Kepala Pusat Pemberdayaan Kemitraan PPATK, Supriadi, menekankan perlunya kanal pelaporan yang lebih terstruktur dan mudah diakses.
“PPATK terus membangun pendekatan Dumas Proaktif. Peluncuran ‘lapor.ppatk.go.id’ adalah bentuk komitmen kami mempermudah masyarakat menyampaikan dugaan TPPU secara aman, sederhana, dan terdokumentasi,” ujar Supriadi.
Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi yang menghadirkan berbagai narasumber, yaitu Yayasan HAkA, Badan Informasi Geospasial (BIG), Bank Mandiri, dan Bareskrim POLRI. Masing-masing narasumber memberikan penjelasan mengenai dinamika tindak pidana asal yang menjadi fokus penanganan di sektor masing-masing, termasuk tantangan dalam proses penegakan hukum serta kebutuhan penguatan koordinasi lintas lembaga.
Dalam diskusi yang berlangsung Kepala Investigasi dan Penegakan Hukum Yayasan HAkA, Tezar Pahlevie, menjelaskan tingginya ancaman perdagangan satwa liar ilegal (Illegal Wildlife Trade/IWT) di Indonesia.
“IWT kini termasuk lima besar kejahatan transnasional, dengan nilai peredaran di Indonesia mencapai sekitar USD 1 miliar per tahun. Modusnya semakin kompleks, mulai dari pemalsuan dokumen hingga transaksi digital tertutup. Karena itu, penerapan Undang-Undang TPPU menjadi sangat penting,” ujar Tezar.
Menanggapi hal itu, Deputi Bidang Infrastruktur Informasi Geospasial BIG, Ibnu Sofian, menegaskan bahwa pengungkapan kejahatan lingkungan tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan data spasial yang akurat.
“Geo-intelligence adalah kunci untuk mengungkap green financial crime. Namun saat ini Peta Dasar Skala Besar 1:5.000 baru mencakup kurang dari 2,5% wilayah Indonesia. Percepatan penyediaannya sangat krusial untuk kepastian tata ruang dan penegakan hukum,” tegas Ibnu.
Selaras dengan hal tersebut, Kepala Unit V Subdit 1 Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim POLRI, AKBP Sugeng Irianto, memaparkan berbagai kasus strategis yang menunjukkan kompleksitas jaringan kejahatan satwa liar dan peran lintas wilayah dalam modus penyelundupan.
“Kami menangani kasus penyelundupan bayi orangutan, 1.352 Kura-kura moncong babi, dan 275 kg sisik trenggiling. Tantangan terbesar adalah penggunaan pelabuhan tikus, koordinasi lintas negara, serta aliran dana ilegal yang kerap menggunakan kanal informal,” jelas Sugeng.
Kemudian Direktur Analisis dan Pemeriksaan II PPATK, Mohamad Shalehuddin Akbar, menekankan bahwa pengungkapan kejahatan lingkungan tidak dapat dilepaskan dari penelusuran jejak keuangan.
“Setiap transaksi keuangan meninggalkan jejak. Dalam kurun waktu tahun 2021 hingga 2025, PPATK menerbitkan 19 intelijen keuangan terkait perdagangan satwa liar, dengan temuan modus seperti hawala, marketplace, rekening bersama, hingga ekspor legal yang disalahgunakan. Asset tracing dan kerja sama FIU internasional menjadi sangat vital,” ungkapnya.
Sebagai penutup rangkaian paparan, Perwakilan Head of Department AML Reporting & Liaison Bank Mandiri, Fauzia Tanjung Hapsari, memberikan perspektif sektor perbankan dalam mendeteksi dan memitigasi risiko TPPU yang terus berkembang.
“Perbankan menyumbang 67,69% laporan transaksi keuangan mencurigakan nasional. Tren yang sering muncul adalah perjudian online, penipuan siber, Trade Best Money Laundering (TBML), dan green financial crime. Kami memperkuat deteksi dengan bantuan AI dan machine learning, peningkatan kualitas data nasabah, serta penguatan kapasitas SDM,” ujar Fauzia.
Kegiatan ini dihadiri oleh sejumlah organisasi kemasyarakatan antara lain Yayasan Sejiwa, Yayasan KEHATI, WWF Indonesia, WALHI, UPT PPPA, Sawit Watch, Publish What You Pay Indonesia, Pantau Gambut, Koalisi Anti Korupsi Indonesia, Kaoem Telapak, IWGFF, ICW, Greenpeace Indonesia, Forest Watch Indonesia, Save the Children, dan berbagai organisasi lainnya. Kegiatan ini juga berkolaborasi dengan mitra strategis PPATK yaitu PT Pegadaian dan Bank Mandiri, yang bersama menegaskan komitmennya untuk memperkuat kolaborasi dengan NGO/CSO, masyarakat, dan aparat penegak hukum.
Sejak tahun 2019, PPATK telah menerima 1.150 laporan pengaduan dari masyarakat, baik yang disampaikan oleh individu maupun lembaga. Beberapa laporan memiliki kualitas yang baik dan berhasil ditindaklanjuti, sementara sebagian lainnya tidak dapat diproses karena minim informasi pendukung. Oleh karena itu, Klinik Dumas menjadi sarana penting untuk meningkatkan pemahaman para pemangku kepentingan dalam mendeteksi, menganalisis, dan melaporkan indikasi TPPU melalui kanal resmi yang aman, terintegrasi, dan mudah diakses termasuk aplikasi lapor.ppatk.go.id.
